Minggu, 26 Agustus 2012

5 Langkah Menulis Novel Yang Menjual


Oleh: Yuska Vonita

“There are three rules for writing the novel. Unfortunately, no one knows what they are.” (W. SOMERSET MAUGHAM)

Sebelum memutuskan untuk memublikasikan sebuah karya, seorang penulis harus mengetahui faktor pendukung yang paling penting. Di industri mana pun, untuk menjual suatu produk diperlukan kualitas yang sesuai dengan keinginan masyarakat. Begitu juga dengan penulis. Dengan memperhatikan kualitas karyanya maka ia akan berhasil.
Untuk membuat produk yang marketable, dalam hal ini adalah naskah, ada lima langkah yang bisa kamu ikuti, yaitu:
Step 1: Membaca sebelum menulis. Sebelum menulis novel, kamu harus banyak membaca terlebih dahulu. Penulis terkenal juga melakukan hal ini. William Faulkner mengatakan, “Read, read, read. Read everything—trash, classics, good and bad, and see how they do it. Baca saja. Kamu akan menyerap banyak informasi, teknik menulis, kosa kata juga EYD. Lalu, tulislah. Kamu akan tahu jika tulisanmu baik atau buruk. Kalau belum puas, ulangi langkah-langkah diatas.”
Stephen King menambahkan, “If you don’t have the time to read, you don’t have the time or the tools to write.”
“Saran terbaik yang bisa saya beri,” kata Nancy Yost, agen Lowenstein-Yost Associates, “adalah membaca, membaca, dan membaca lebih banyak lagi. Sangatlah penting untuk membaca karya penulis lain dan mengetahui buku-buku yang orang lain baca juga. Penulis yang baik adalah pembaca yang rakus.”
Membaca karya penulis lain membantumu untuk mendapatkan tools yang dimaksud, loh. Dengan membaca karya penulis lain, tentunya kamu akan mendapat pengertian mendalam tentang apa yang terjadi di luar sana, dan membantu memperbaiki tulisanmu sendiri. Temukan gaya menulisnya, baca isinya tentang apa, dan teknik yang digunakan dalam mendeskripsikan tempat, tokoh, cerita juga dialog. Membaca untuk mengerti ‘pasar’ dan meyakinkan apa yang kamu akan tulis bisa masuk ke dalam kategori marketable tersebut.
Kadangkala saat kita membaca, kita lupa tujuan membaca buku tersebut untuk apa karena kita hanyut ke dalam cerita.
Mantan executive editor Kent Carroll memberi beberapa tips:
“Ambil buku yang kamu suka lalu bacalah lagi sebentar. Bedahlah buku tersebut. Amati bagaimana struktur cerita, bagaimana cara penulisnya bercerita, lalu plotnya juga pelajari. Pay particular attention to how the book is organized. Pasti kamu bisa belajar banyak dari situ. Tapu, jangan meniru atau menjiplak. Biarkan tulisanmu mengalir dari hati, pikiran dan imajinasi.”
Cara kamu membaca juga penting. Banyak-banyaklah membaca, tapi jangan hanya membaca karya penulis ternama saja, seperti Danielle Steele atau John Grisham, misalnya. Make sure to be in touch with what’s new. Bacalah karya penulis baru yang sedang ‘in’. Karya-karya tersebut dan kekuatan apa yang dimilikinya agar dilirik penerbit.
Selain itu, kamu harus jeli dalam mengetahui selera pembaca. Kamu juga harus mampu memberi angin segar pada industri penulisan. Tulislah cerita dengan ide yang belum pernah ada sehingga kamu akan menjadi trendsetter.
Selain membaca karya penulis baru, kamu juga harus familiar dengan ciri khas penerbit. Misalnya, Gramedia banyak menerbitkan buku-buku metropop, Gagasmedia dengan romance-nya, Bukune dengan personal literature yang umumnya komedi, juga yang sedang ngetrend adalah cerita dengan setting Korea, seperti buku-buku terbitan Penerbit Haru.
Marjorie Braman, publishing director dari HarperCollins, menyimpulkan. “Kalau ingin menjadi penulis, hal terbaik yang bisa kamu lakukan untuk diri sendiri adalah banyak membaca. Kamu jadi tahu tema yang sedang in di pasaran, dan bagaimana mengemas karyamu menjadi sesuatu yang diminati pembaca. Selain itu, dengan banyak membaca pengetahuanmu akan teknik menulis semakin terbuka lebar.”
Takut jika banyak membaca karya orang lain, maka tulisanmu akan terpengaruh? Banyak sekali penulis yang menjadi malas untuk membaca karena hal ini. Jangan ikuti. Mindset seperti ini akan menyabotase penulis pemula. Nancy Bereano, mantan editor Firebrand Books mengatakan “Saat penulis bilang pada saya ‘Oh, I never read anyone else because I don’t want to be influenced by them,’ saya terbahak. Alasan yang sangat lucu.”

Step 2: Write for the market. Editor berpesan agar penulis aware akan selera pasar dan menghasilkan karya yang marketable. Tanpa ada produk komersil, maka tak ada yang bisa dijual. “Naskah yang saya cari harus bernilai komersil,” kata Kate Duffy, editorial director dari Kensington Publishing Corporation.
Jika ingin karyamu diterbitkan penerbit, coba browsing website penerbit tersebut. Biasanya mereka mencantumkan daftar genre yang dicari.
Senior editor Jennifer Brehl of Avon Books pun menyetujui hal ini. “Be familiar with the clichés of your genre before submitting.”
Bagaimana cara menulis buku yang komersil? Editor Ginjer Buchanan mengatakan, “Kamu tidak akan pernah berhasil jika kamu mengunci dirimu di kamar. Bacalah majalah kepenulisan. Baca buku-buku dengan genre yang kamu suka. Pelajari pasar sehingga kamu tahu apa yang sedang terjadi. Itu adalah teknik dasar, tapi kamu tidak akan kemana-mana jika kamu tidak memperhatikan hal-hal tersebut. If you don’t work hard at the business end of your writing, you’re just dooming yourself to disappointment.”
Laura Anne Gilman, executive editor Roc at Dutton mengatakan, “Kenalilah pasarmu. Membaca adalah jalan terbaik untuk mempelajari pasar. Kamu harus menyukai genrenya baru bisa menulis. Perhatikan genre yang populer, siapa penulisnya, lalu baca bukunya. Cobalah dan terus berusaha.”

Step 3: Menulis untuk diri sendiri. Langkah ini terlihat kontradiktif dengan step 2, tapi sebenarnya tidak. Writing for the market and writing for yourself can co-exist. Penulis komersil mengerti garis penghubungnya dan bisa melakukan keduanya secara bersamaan.
Tulis apa yang kamu suka untuk baca. Jangan pernah takut menulis genre tertentu. Stephen King dan Dean Koontz merajai pasar horor, tapi bukan berarti tidak ada slot untuk penulis baru. Begitu juga dengan genre yang lain.
Jangan pernah berpikir bahwa ada jalan pintas untuk diterbitkan. Misalnya, kamu tidak suka menulis romance, tapi berhubung pasar romance itu besar, kamu memaksakan diri menulisnya. Untuk menulis romance diperlukan skills khusus dan pengetahuan mendalam. Tidak ada genre yang mudah karena semua sama saja.
Anne Savarese, mantan editor St. Martin’s Press (sekarang dengan Oxford University Press), mengatakan, “Jujurlah pada diri sendiri dan tulislah apa yang kamu suka. Jika kamu punya ide, kembangkan menjadi tulisan dan tulislah sebaik yang kamu bisa. Jangan terpikat untuk menulis genre yang sedang laku dipasaran tapi kamu tidak suka. Jangan pernah memaksakan diri, karena hasilnya tidak akan maksimal.”
Agen Evan Marshall menambahkan: “Don’t try to fake it. Tulislah buku yang benar-benar kamu akan baca. Write only the kind of books you love to read and never deviate from that. Find your niche and stay in it, and believe in yourself. Don’t leave it just because you get rejected. If you’re really good you will be published.”

Step 4: Belajar bagaimana menulis. This seems like such an obvious step, you might be wondering why it’s even included. Namun langkah ini seringkali tidak disadari oleh sebagian besar penulis. Kamu adalah pembaca yang rajin dan siap untuk menulis, tetapi itu saja tidak cukup untuk membawa karyamu ke penerbit.
Mari kita bandingkan penulis dengan mahasiswa kedokteran. Memang benar bahwa mengamati pekerjaan dokter adalah bagian dari training mahasiswa kedokteran. Tapi, sebelum mahasiswa itu diperkenankan berada di rumah sakit atau kamar operasi, ia harus banyak membaca buku teks, menghadiri kuliah, belajar, belajar dan belajar.
Bisa kamu bayangkan jika seorang mahasiswa kedokteran pada hari pertamanya dibawa ke ruang operasi, dihadapkan pada berbagai peralatan kedokteran dan diminta untuk melakukan operasi jantung pada pasien? Tentu ia tidak mungkin melakukannya.
Menulis novel tidak sama dengan operasi otak, dan tidak ada yang mati jika kamu mengetik typo pada naskahmu. Namun intinya adalah belajar untuk menulis tidak terjadi dalam satu hari, atau instan. Menjadi pembaca yang rakus sangat penting dalam proses penulisan, tapi ini adalah proses yang terus berjalan, dan banyak elemen yang harus diperhatikan juga.

Step 5: Polish your product. Banyak penulis baru bersemangat memikirkan namanya tertera di cover buku yang dijual di toko buku besar. Lalu, mereka mengirimkan karyanya dengan terburu-buru ke penerbit. Mengetik kata ‘TAMAT’ bukan berarti seorang penulis sudah selesai dengan naskahnya.
Banyak penulis mengatakan bahwa mereka memiliki karya terbaik, tetapi hanya sebagian kecil saja yang benar-benar mengerjakannya dengan teliti, rapi dan memoles naskah tersebut sebelum dikirim ke penerbit.
Jangan terburu-buru. Diamkan naskahmu sampai beberapa minggu, lalu bacalah kembali. Jika masih ditemukan kesalahan, kamu bisa memperbaikinya, memperindahnya dengan menambahkan detil atau mungkin menghapus yang tidak perlu. Jangan kirim naskah jika belum siap untuk dipasarkan. Semakin sedikit kesalahan, semakin terlihat profesional naskah kamu di mata penerbit.
Self-editing is an important part of the polishing process. “Saya percaya bahwa karya yang baik harus melalui proses rewriting,” kata editorial director John Scognamiglio.
Agen Elizabeth Wales menambahkan. “Kerjakan naskahmu dan perbaiki. Jangan mengirim draft naskah ke penerbit.”
5 langkah diatas bisa kamu jalankan. Ingatlah contoh mahasiswa kedokteran diatas. Pikirkan investasi waktu dan biaya yang dikeluarkan mahasiswa tersebut dalam mempelajari teknik kedokteran. Belilah buku-buku tutorial menulis, majalah, lalu ikuti workshop menulis dan bergabunglah dalam komunitas menulis. Semua itu adalah investasi seorang penulis yang worth it.
Seperti yang dikatakan agen Evan Marshall, “Sebelum kamu mendekati agen atau mengirim naskah ke penerbit, pelajari pasar secara mendalam, dan kuasai tekniknya sebaik mungkin.”

(Disadur dari: Writer’s Digest)
Sumber: http://xposisi.com/2012/03/10/5-langkah-menulis-novel-yang-menjual/

0 komentar:

Posting Komentar